Pengelola Wisata Jonggol Diminta Tertib Perizinan

Jonggol – Sejumlah pengelola wisata di Kecamatan Jonggol diminta untuk lebih tertib administrasi, khususnya di sektor perizinan. Hal itu diungkap Kepala Unit (Kanit) Pol PP Kecamatan setempat, Dadang kepada Rakyat Bogor, Selasa (30/11/2021).

Menurutnya, dengan tertib administrasi perizinan bukan saja akan membantu Pemerintah Kabupaten Bogor di sisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pemerintah desa dalam sektor Pendapatan Asli Desa (APDes), tapi juga memberikan kepastian dan kenyamanan hukum akan segala sesuatu yang terjadi di masa yang akan datang. Dadang pun mengaku sudah beberapa kali melakukan sosialisasi secara langsung kepada pihak pengelola agar patuh terhadap aturan perizinan yang berlaku.

Termasuk terhadap salah satu wahana wisata yang ada di Desa Cibodas. “Sesuai tupoksi, kami akan terus melakukan imbauan agar tertib izin. Tapi juga tetap tak patuh, maka jangan salahkan jika kami mengeluarkan surat teguran atau bahkan melayangkan laporan kepada dinas terkait untuk ditertibkan dalam artian pembongkaran,” tegasnya.

Ia pun tak menampik jika banyak pemilik usaha, khususnya wisata yang membandel dengan membangun terlebih dahulu dan mengurus izin belakangan. “Sudah sering dihimbau untuk lengkapi izin, minimal izin lingkungan.

Karena dalam prosedurnya, mengurus izin dulu baru membangun. Tapi ini malah kebalikannya,” papar Dadang. Khusus untuk wisata di Desa Cibodas, Dadang mengaku wahana itu memang menjadi salah satu pantauan khususnya. Hal ini dikarenakan alasan pemilik usaha yang mengaku masih terkendala masalah status kontrak lahan dengan pihak Perhutani. Karena memang lokasi wisata di Jonggol ratarata berada di lahan-lahan Perhutani.

“Jadi kita juga tak mau gegabah ambil keputusan. Harus sesuai aturan yang berlaku,” singkatnya. Selain lokasi wisata, Dadang juga mengaku akan memberlakukan hal serupa terhadap sejumlah wisata kuliner.

Hal ini dikarenakan, dalam aturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, setiap usaha kuliner wajib mengantongi izin Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP). “Jadi selain izin usaha biasa, seperti izin lingkungan dan izin-izin lainya, mereka para pengusaha wisata kuliner juga wajib juga miliki TDUP sebagai izin kedua untuk keabsahan,” paparnya.

Dadang berharap, para pelaku usaha di Kecamatan Jonggol dapat bersinergi dan memahami aturan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor demi kenyamanan dan keamanan usaha mereka sendiri kedepannya. “Dengan itu, maka kembali kami imbau kepada pelaku usaha pariwisata untuk melengkapinya,” tutupnya.

Pengelola RSUD Cileungsi Terima Keluhan, Warga Tuntut Perbaikan Layanan Kesehatan dan Peningkatan Sarana

Cileungsi – Perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Aktivis Sosial Kemasyarakatan Wilayah Bogor Timur, mendatangi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cileungsi, Senin (11/4/2022), untuk menyampaikan aspirasi sekaligus berdialog dengan manajemen RSUD.

Kedatangan mereka dalam rangka memenuhi undangan pihak managemen RSUD Cileungsi melalui audiensi yang difasilitasi pihak managemen sebagai mengklarifikasi keluhan masyarakat terkait dengan pelayanan kepada masyarakat dan ketersediaan tenaga dan alat medis.

“Dalam audensi ini, kami mewakili masyarakat menuntut adanya perbaikan pelayanan sekaligus memenuhi ketersediaan tenaga juga alat medis yang ada di RSUD Cileungsi,” ujar Aktivis Bogor Timur, Romi Sikumbang yang ditemui Rakyat Bogor, Senin (11/4/2022).

Romi menjelaskan, tuntutan tersebut sebanyak tujuh poin terhadap pihak managemen RSUD Cileungsi, agar kedepannya bisa menjalankan pelayanan sesuai dengan kriteria Standar Operasional Prosedur (SOP).

“RSUD Cileungsi Ini adalah yang termegah di Jawa Barat dengan pembangunannnya yang menelan anggaran Rp. 71, 5 Miliar. Hal itu seharusnya diikuti dengan pelayanan yang baik dan peralatan medis yang lengkap serta tersedia tenaga medis sesuai kebutuhan,” jelas Romy.

“Namun yang terjadi adalah buruknya pelayanan yang dirasakan oleh masyarakat. Sehingga berdampak munculnya keluhan masyarakat yang hendak berobat yang mengakibatkan banyak warga enggan berobat ke rumah sakit ini, dan hal ini pun diakui pihak manajemen,” tambahnya.

Selain itu, Romy juga menyoroti ketersediaan alat medis yang tidak kunjung maksimal, dimana ketika sebuah RSUD sudah memenuhi syarat untuk menjadi kelas B, maka seharusnya ketersediaan alat medis pun harus lengkap. Dan jika ada kerusakan, sebaiknya segera diperbaiki agar tidak mengurangi pelayanannya.

“Jadi, jangan ada ‘bisnis’ di RSUD ini. Salah satu contohnya, untuk pasien yang melahirkan yang bisa normal, baiknya dilakukan kelahiran normal dan jangan dipaksakan atau disarankan untuk cesar dan sebagainya,” terangnya.

Persoalan lainnya, kata Romi, terkait tiket karcis parkir yang seharusnya disarankan sekali bayar, jangan dihitung per jam, karena ini bukan mal atau pusat pertokoan. Menurutnya, dengan demikian, pihak managemen bisa mengurangi beban masyarakat kecil atau tidak mampu. “Karena yang berobat disini, mayoritas masyarakat menengah kebawah,” ujarnya.

Tak hanya itu, pihaknya meminta untuk mempermudah bagi masyarakat dalam menggunakan ambulan. Seperti dalam hal antar jemput pasien, jangan dibebankan lagi biaya administrasinya kepada pasien.

Bahkan, persoalan lainnya juga terkait limbah RSUD yang harus benar-benar rapih. smsebab, rumah sakit milik oemerintah ini ada di tengah masyarakat, sehingga penanganan limbah RSUD tidak bisa manual dan harus profesional.

“Kami minta Anggota DPRD Kabupaten Bogor untuk turun melakukan Sidak. Hal itu agar jelas kekurangan yang dikeluhkan masyarakat, seperti peralatan kesehatan di RSUD untuk segera dipenuhi dan yang rusak segera diperbaiki,” paparnya.

Meski demikian, Romi mengemukakan pihaknya berterimakasih atas kesempatan audensi yang diberikan oleh pihak RSUD Cileungsi, dan memberikan penghargaan setinggi- tingginya kepada pihak manajemen yang sudah bekerja selama ini dalam melayani masyarakat.

“Ini seharusnya menjadi revisi kinerja pihak managemen RSUD Cileungsi kedepannya, agar lebih ditingkatkan lagi. Selain itu, demi masyarakat, jangan pernah anti kritik jika kinerjanya memang belum maksimal. Karena, itu adalah tugas kami sebagai aktivis,” imbuh Romi.

Secara senada, Relawan Pusat Kesehatan Sosial (Puskessos) Kecamatan Cileungsi, Nana mengatakan jika pihaknya meminta Pemerintah Kabupaten Bogor untuk mempermudah akses bagi relawan yang bernaung di Dinas Sosial dalam membantu masyarakat.

“Kami minta diperhatikan, dan tutup akses masuk kader yang mengatasnamakan relawan sosial. Hal ini guna mempersempit bisnis jual beli Jamkesda maupun Jampersal,” ujarnya.

Sementara itu, pihak RSUD Cileungsi tidak menampik adanya keluhan masyarakat yang muncul terkait minimnya fasilitas maupun tenaga medis. Hal itu diakui dr.Aprizal selaku hubungan masyarakat (Humas) kepada Rakyat Bogor, Senin (11/4/2022).

Menurutnya, adapun keluhan bagi masyarakat tentang hal ini, pihaknya mengaku menerima dengan terbuka dan menganggap hal itu merupakan batas kewajaran. “Kita membuka lebar, kita membuka diri. Namanya kan keluhan, ya kita terima,” kata dr.Aprizal.

Bicara soal fasilitas dan tenaga medis yang minim, kata dr.Aprizal, mempertanyakan dari segi mananya. Karena, Rumah Sakit yang merupakan Tipe B tersebut, dianggap sudah memenuhi kriteria Standar Opersional Prosedur (SOP).

Menurutnya, fasilitas RSUD Cileungsi sudah sesuai standar yang dikeluarkan Kementrian Kesehatan (Kemenkes). “Jadi tidak mungkin rumah sakit yang sejatinya untuk masyarakat tidak sesuai prosedur. Dan, sejauh ini kami menyediakan saluran kritik dan saran bagi masyarakat,” ujarnya.

Disinggung kaitan perlu adanya Inspeksi Mendadak (Sidak) oleh pihak terkait, pihaknya mempersilahkan dengan terbuka siapa saja untuk melakukan hal itu tanpa adanya larangan. “Silahkan kalau mau kroscek baik LSM, wartawan maupun Anggota Dewan untuk melakukan sidak,” tukasnya.

Pengelola Parkir Pasar Wanaherang Mangkir

Gunungputri – Upaya penertiban kesemrawutan di Pasar Tradisional Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor sepertinya bakal sulit terealisasi. Hal ini lantaran sikap pengelola parker dan manajemen pasar yang tak kooperatif.

Terbukti, saat coba dilakukan mediasi untuk mengurai kemacetan lalu lintas akibat parkir liar yang banyak dikelukan, pihak pengelola dan manajemen pasar itu mangkir. Hal ini diakui Kepala Unit Pol PP Kecamatan Gunung Putri, Suharto kepada Rakyat Bogor, Senin (6/12/2021).

“Iya sebelumnya kami sudah himbau tapi masih beroperasi dan bandel, saya akan membuat surat untuk melaporkan hal agar tindak tegas oleh Satpol PP Pemda, karna itu jelas melanggar Perda,” ujar Suharto, Senin (6/12/2021).

Disinggung sanksi apa yang akan diterapkan, Suharto berkilah jika itu kewenangan Satpol PP Pemda. Karena, diakuinya jika pihak kecamatan hanya sebataas merekomendasikan. “Kewenangan ada di Pol PP Kabupaten. Didenda atau ditutup atau dipasang Segel, mereka yang akan menerapkannya,” jelasnya.

Sebelumnya, Sutiyono selaku Staf Dishub UPT Dua Cileungsi dari pemanggilan Pada Pengelola Parkir Kamal dan pihak Menejemen Pasar belum menemukan solusi untuk mengatasi Parkir Liar.

Untuk diketahui, lokasi parkir yang dikelola PT. May Indo Prasetia di Pasar Modern Wanaherang, Kecamatan Gunung Putri ini, tidak bisa memberikan fasilitas kenyamanan bagi para pengunjung pasar, dikarenakan curam dan pengap serta bau.

Sehingga pengunjung pasar terpaksa mengambil bahu jalan sebagai tempat parkir kendaraan. Selain dapat menimbulkan kemacetan, bagi pengguna jalan maupun pengunjung yang lewat setiap hari membuat tidak nyaman pemilik toko, dan menganggu kenyamanan pengunjung.

Pengelola Galian Kirab Cileungsi Ditegur dan Diminta Hentikan Kegiatan, Camat Jelaskan Ini

CILEUNGSI -Pengelola galian tanah merah di Kampung Kirab Desa Cileungsi Kidul Kecamatan Cileungsi, diberikan surat teguran oleh pihak Pemerintah Kecamatan untuk menghentikan kegiatannya.

Hal ini, lantaran adanya komplain dari pihak sekolah yang menjadi dampak atas kerusakan pagar dengan adanya aktivitas galian ini, serta pengelola disinyalir tidak memiliki legalitas izin.

“Sudah kami layangkan Surat Peringatan (SP) teguran ke pengelola Galian untuk dihentikan kegiatannya,” kata Camat Cileungsi, Adhi kepada HRB, Senin (23/08/2021).

Adhi mengaku, sudah berkoordinasi dengan pihak sekolah yang sebelumnya terkena imbas robohnya pagar sekolah, akibat aktivitas galian tanah merah di Kampung Kirab yang diduga bodong ini.

“Dari pengela mengaku, kegiatannya akan segera dihentikan dan siap mengganti pagar yang roboh,” Jelas Adhi.

Sebelumnya diakui pihak sekolah, Oman mengaku jika adanya dari Aktivitas Galian Tanah Merah yang berlokasi di Kampung Kirab, Desa Cileungsi dengan bermuatan berat ini, berdampak pada rusaknya pagar tembok milik SMAN 1 Cileungsi.

Dampak kerusakan tersebut, seperti pagar di belakang sekolah dan pagar disamping depan sekolah, yang menjadi akses jalur aktifitas pintu masuk dan keluarnya kendaraan Dum Truk aktifitas galian tanah merah itu.

Pemkab Bogor Jangan Abai, Warga Harapkan Solusi Masalah Transportasi di Sukamakmur

Sukamakmur – Masyarakat di Kecamatan Sukamakmur kembali menyuarakan keresahan dan harapannya kepada Pemkab Bogor, akan adanya angkutan umum di wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dengan Cianjur tersebut.

Selama ini, masyarakat setempat mengandalkan kendaraan pickup atau bak terbuka sebagai kendaraan angkutan sehari-hari. Kendati sangat membahayakan, namun bagi warga menaiki kendaraan jenis ini sudah jadi barang biasa.

Bagi warga, kendaraan bak terbuka ini dirasakan lebih leluasa, ketika membawa barang belanjaan. “Sudah biasa pak. Kita naik mobil bak terbuka ini untuk belanja ke pasar,” kata Nyimas (40) warga Sukamakmur sepulang belanja dari Pasar Citeureup, saat ditemui Rakyat Bogor, baru-baru ini.

Menurutnya, untuk menggunakan kendaraan bak terbuka tersebut saat berbelanja, Imas mengaku harus mengeluarkan uang sekitar 50 hingga 100 ribu Rupiah yang terhitung ongkos barang belanjaan dengan ongkos dirinya.

“Kalau naik angkot kan gak ada. Ada juga dari Citeureup cuma sampai Desa Tajur perbatasan. Jadi yang ke Sukamakmur itu gak ada angkot, makanya warga disini menumpang mobil bak terbuka,” tuturnya.

Hal Serupa, Usep (45) Warga Desa Cibadak yang berbatasan dengan wilayah Sukamakmur dengan Kecamatan Jonggol itu, masih mengandalkan Pikap sebagai alternatif saat bepergian baik bersama sanak-saudaranya, maupun bersama tetangga.

“Kami kalau ada perlu kegiatan pengajian di daerah Jonggol, masih pakai mobil bak terbuka. Ini karena tidak adanya kendaraan angkot yang sampai ke wilayah Sukamakmur. Terus terang kami berharap perhatian Pemkab Bogor atas masalah transportasi ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Staf UPT II Dinas Perhubungan (Dishub), Yono menjelaskan dari data pihak Dishub Kabupaten Bogor, rute angkutan umum sudah ada sejak 2013 lalu. Seperti rute Jonggol-Dayeuh-Kebun Nanas dengan trayek angkot (41) jarak tempuh 29 kilo meter.

“Sebelumnya pernah dilakukan pihak pengusaha angkot sesuai pengajuan dari Organda. Namun dikarenakan minimnya pemasukan dan jumlah penumpang yang tidak seimbang, semua berbanding terbalik dengan kondisi jarak tempuh yang mencapai puluhan kilo meter itu. Dan saat ini angkutan tersebut hanya mencapai perbatasan saja,” jelasnya.

Sekedar informasi, rute angkutan umum trayek Citeureup-Sukamakmur sebelumnya bertitik di pangkalan pasar Sukamakmur, begitupun dengan trayek Jonggol-Sukamakmur. Kondisi ini, diakui karena pengusaha angkutan umum yang tidak mampu menuju rute tersebut, dikarenakan pemasukan yang tidak seimbang dengan kondisi jarak tempuh.

Pemkab Bogor Harus Sikapi Maraknya Bisnis Kavling Tanpa Izin

Jonggol, HRB – Usaha jual beli tanah kavling saat ini marak dilakukan dan bahkan menjadi fenomena tersendiri di wilayah timur Kabupaten Bogor, dominannya berada di wilayah Kecamatan Sukamakmur, Jonggol, Cariu dan Tanjungsari. Parahnya, pelaku usaha kebanyakan hanya mengantongi perizinan tanah kavling secara minimalis.

Hal itu mengindikasikan bahwa cukup banyak lahan kavling yang ternyata belum mengantongi sertifikat resmi. Imbasnya, pengajuan izin pembangunan kawasan permukiman terhadap lahan-lahan tersebut bisa ditolak, bahkan saat ini instansi terkait perizinan di Kabupaten Bogor tidak berani memproses pengajuan perizinan lahan kavling.

Maraknya usaha penjualan kavling ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian khusus dari Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, para pejabat Pemkab Bogor dan juga kalangan aktivis, karena bisnis kavling tersebut rata-rata belum memiliki kelengkapan perizinan.

Bahkan, dari hasil dari kunjungan Komisi I DPRD beberapa waktu lalu, ditemukan fakta bahwa tak sedikit pengusaha kavling belum memiliki izin dasar seperti Izin Peruntukan dan Pemanfaatan Tanah (IPPT), dan yang paling dikhawatirkan adalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah dimana lokasi tanah kavling yang dijual berada di lahan basah atau LP2B, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan izin.

Tak Cuma itu, di beberapa kavling kebun di wilayah timur ditemukan beberapa kejanggalan, mulai dari kekurangan dalam perizinan dan juga adanya perubahan dari semula kebun menjadi bangunan permanen. Dan berdasarkan informasi, pihak Komisi I DPRD sudah meneruskan masalah temuan mereka ke pihak-pihak terkait.

Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Forecast Bogor Raya Lulu Azhari Luky, menilai perlu adanya sikap dan tindakan bersama dinas terkait seperti DPKPP, Dinas PUPR, Bappedalitbang, kantor BPN dan Satpol PP untuk melakukan sidak pengawasan ke lapangan guna melihat langsung situasi dan kondisi sebenarnya.

“Dari sidak pengawasan itu, akan didapati fakta-fakta terkait bisnis kavling tersebut. Kemudian hasil temuan di lokasi-lokasi kavling dilaporkan ke Bupati dan diinformasikan ke Komisi I DPRD sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan khusus terhadap maraknya bisnis kavling ini,” jelas Lulu dalam keterangannya, Minggu 12 Februari 2023.

Meski begitu, Lulu mengkritisi lambannya respon instansi terkait perizinan dan pelanggaran Perda dalam menyikapi usaha kavling yang sudah bertahun-tahun menjadi sorotan masyarakat luas. “Jadi sebenarnya tinggal ada kemauan atau tidak untuk mengakomodir keluhan masyarakat sekaligus menegakkan Perda,” imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Usep Supratman pernah mengemukakan bahwa permasalahan izin kavling harus dicarikan solusinya. Sebab jika mengacu pada aturan tidak diperbolehkan untuk penjualan kavling, melainkan perkebunan dengan tidak diperjual-belikan.

Namun faktanya, pengusaha kavling menjual kavling tersebut dengan luasan 100 meter, dimana tidak menyisakan untuk fasilitas sosial(fasos) dan fasilitas umum (fasum) dengan menjual sisa seluruhnya. “Dilihat dari luasan kavling tanah yang dijual dengan luasan tanah yang dijual atau di kavling tidak tersedia lahan untuk fasos dan fasum,” ujarnya.

Sehingga dikhawatirkan apabila ada aturan hukum yang mengaturnya nanti, izin tidak akan keluar juga karena tidak memenuhinya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang akan diberikan dalam perizinan. “Permasalahan ini sangat rumit sehingga perlu dicarikan solusinya,” tegas Usep.

Sebagai informasi, lahan kavling harus sudah mengantongi sertifikat resmi dari BPN, minimal berupa Hak Guna Bangunan (HGB). Sertifikat itu menjadi syarat mengurus perizinan awal seperti IPPT dan siteplan. Selain itu, seluruh pengajuan usaha lahan kavling juga harus mengantongi block plant. Yakni, pengusaha harus menyusun perencanaan pembangunan dengan sistem 60:40.

Sebanyak 60 persen dari total lahan digunakan untuk pendirian rumah. Sisanya berfungsi sebagai fasilitas umum-fasilitas sosial (fasum-fasos). Selain itu, lebar jalan akses yang disiapkan minimal 6 meter. Jadi, jika Anda ingin mendirikan bangunan di atas tanah kavling, maka wajib mengurus terlebih dahulu perizinannya.

Berdasarkan Pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, diatur bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung tersebut meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

Selain itu, penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku. Jika ingin mendirikan bangunan di atas tanah kavling, maka wajib mengurus terlebih dahulu perizinan tanah kavling.

Sebaiknya berhati-hatilah dengan pengembang maupun makelar tanah yang menjual tanah kavling tanpa ada surat pemecah sertifikat. Perhatikan juga bahwa setiap sertifikat tanah harus punya nomor berbeda. Kalau hanya ingin membeli sebagian tanah kavling tersebut, maka perlu untuk memecah sertifikat tanah tersebut.

Pemkab Bogor Harus Perhatikan Korban Pelecehan Dan Kekerasan Seksual

Cibinong – Kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Bogor awal 2022 ini yang menghebohkan publik. Tidak tangung tanggung sebanyak tiga Kasus kekerasan dan pelecehana terjadi di tiga wilayah di Kabupaten Bogor,Kasus pertama dialami NF (13), warga Kecamatan Caringin. Penyandang disabilitas itu diperkosa S yang merupakan pengemudi ojek online akhir Januari lalu.

Belum tuntas proses hukum kasus tersebut, terungkap kasus lain dengan tersangka MW (38), warga Kecamatan Rumpin yang menyetubuhi anak kandungnya selama 4 tahun sejak putrinya masih berusia 10 tahun.

Selang beberapa, hari kasus yang tidak kalah menghebohkan kembali terjadi. Seorang pelatih futsal bernama Gopal Junior alias MP alias Gopal Junior (30) terhadap belasan siswanya di sejumlah sekolah didikabupaten Bogor.

Mencuatnya kasus pelecehan dan kekerasan terhadap anak tersebut mendapat sorotan Ketua DPRD kabupate Bogor, Rudy Susmanto.

Rudy mengaku sangat prihatin atas tiga kasus pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi berturut-turut di Kabupaten Bogor. Rudy mengatakan, lembaganya menjadi­kan tiga kasus ini sebagai atensi dan akan mengawal proses hukumnya.

”Kami sangat prihatin atas tiga kasus yang terjadi berturut-turut. Tega sekali ada orang tua yang menghancurkan ma¬sa depan anaknya sendiri dan ada guru yang berperilaku seperti itu,” ujar Rudy

Rudy juga meminta tiga kasus yang sudah masuk tahap penyidikan di kepo­lisian segera diproses seadil-adilnya. Para pelaku harus dituntut dengan hukuman maksimal.

”Ini jadi atensi dan perhatian publik. Kami harap aparat penegak hukum memberikan keadilan bagi para korban,” katanya.

Sementara untuk para korban, Rudy me­minta pemerintah memberikan pendam­pingan psikolog untuk men­ghilangkan traumatik yang dialami korban.

”Korban harus diberikan perlindungan, privasinya harus dijaga dengan baik dan diberikan pendam­pingan psikolog,” katanya.

Pemkab Bogor Cuek, Warga Desa Situsari Terdampak Polusi Pabrik Arang

CILEUNGSI, HRB – Aktivis Bogor Timur meminta intansi terkait di Kabupaten Bogor merespon sekaligus menyikapi keluhan warga Kampung Karet RT 002 RW 01 Desa Situsari, Kecamatan Cileungsi, terkait polusi debu hingga mencemari rumah-rumah mereka dan juga mengancam kesehatan warga.

Warga menduga debu berwarna hitam yang mencemari udara hingga masuk ke dalam rumah mereka itu berasal dari aktivitas salah satu perusahaan produsen Arang Briket di wilayah desa mereka.

Aktivis sosial kemasyarakatan di Bogor Timur, Abah Rahya, mengutarakan bahwa dirinya dan kalangan masyarakat peduli kesehatan merasa prihatin atas musibah yang diduga akibat produksi arang tersebut, sehingga banyak penduduk sekitar yang terdampak.

“Karena itu, kami minta kepada Kecamatan, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup dan instansi terkait lainnya untuk menindak tegas aktivitas usaha tersebut, bila perlu ditutup agar tidak mengganggu lagi masyarakat sekitar,” tegasnya kepada awak media, Minggu (26/6/2022).

Pengakuan warga setempat, Taufik (37), salah satu warga yang rumahnya sangat dekat dengan pabrik produsen arang briket tersebut, polusi debu dari aktivitas produksi arang sudah berlangsung cukup lama. Dia dan keluarganya termasuk yang terdampak dari polusi debu tersebut.

“Mereka beroperasi dari pagi sampai malam. Kami dan warga sekitar tentu saja kebisingan, bahkan karena getaran mesin pabrik sampai tembok rumah warga ada yang retak, di tambah siangnya kami harus menghirup debu-debu yang berterbangan dari pabrik itu,” katanya.

Menurutnya, warga sudah sangat terganggu. Akibat polusi debu sampai masuk ke dalam rumah, bahkan hingga keseluruh ruangan. Selain itu, polusi debu dari pabrik itu tentunya mengancam kesehatan keluarganya dan masyarakat sekitar. “Pernapasan jadi agak terganggu, Apalagi yang punya anak kecil,” keluhnya.

Taufik menambahkan, sebelumnya sudah ada upaya dari pihak Babinsa serta Bhabinkamtibmas desa setempat yang mendatangi pihak perusahaan dan mengambil sampel debu tersebut dengan alasan untuk pembuktian. “Tapi sampai kini, tidak ada tindakan yang bisa membuat kami tenang dan nyaman,” sesalnya.

Senada, Iman (39) membenarkan warga terdampak pernah mendatangi pabrik untuk berunjuk rasa, dan meminta mereka untuk memperhatikan kesehatan warga sekitar. Namun, keberatan yang disampaikan oleh warga tidak digubris pihak perusahaan.
“Gak ada tanggapan dan kami seperti tidak dianggap,” ujarnya.

Senada, Novi (40) warga sekitar mengaku telah menyampaikan keluhannya kepada pemerintah setempat. Namun, hingga kini belum ada tindakan terhadap pihak perusahaan dimaksud.

“Kami sudah melapor ke RT dan RW. Tapi mereka (pihak pabrik) masih saja beroperasi siang malam. Warga yang rumahnya berdekatan dengan pabrik, pasti kebisingan terus sepanjang hari,” ujarnya.

Pemilik Villa Pilih Liburan Nataru di Puncak

Cisarua – Jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang tinggal sepekan lebih, mulai dimanfaatkan sejumlah warga dari Bogor untuk berlibur di kawasan Puncak, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Mereka umumnya adalah warga Jakarta yang memiliki rumah singgah atau villa di kawasan Puncak, Cisarua dan Megamendung.

Pantauan di lapangan, sejak Sabtu malam lalu sejumlah pemilik villa sudah berdatangan dan membawa berbagai kebutuhan selama berlibur di kawasan berhawa sejuk tersebut.

Asep, salah seorang sopir pribadi pemilik villa mengatakan, ia tengah mempersiapkan berbagai keperluan majikannya.

Selain itu, kata dia, para pemilik villa memilih datang lebih awal karena khawatir tak bisa pergi ke Puncak karena kabarnya pemerintag akan kembali memberlakukan PPKM pada 22 Desember hingga 2 Januari mendatang.

“Majikan saya sudah membawa berbagai keperluan untuk libur natal dan tahun baru nanti. Karena, kalau tidak dari sekarang, dikhawatirkan akan terjebak PPKM,” ungkapnya.

Selain PPKM, lanjut dia, para pemilik villa juga khawatir dengan kabar yang menyebutkan Jakarta akan dilanda Tsunami dan rob. Karena itu kata dia, pemilik villa dan keluarganya memilih menghabiskan waktu liburan di kawasan Puncak.

“Ya kata bos saya mending liburan di Puncak lebih aman dan nyaman daripada di jakarta dihantui ketakutan,” terang Nolbi, penjaga villa di Desa Citeko.

Dengan mulai meningkatnya kunjungan, kemacetan dan antrian panjang kendaraan pun mulai terjadi disejumlah titik, termasuk jalur alternatif menuju kawasan Puncak dan Megamendung.

Situasi itupun dimanfaatkan sejumlah warga untuk mengais rezeki tambahan dengan cara membantu mengatur arus lalu-lintas.

Pemkab Bogor Masih Optimis Bomang Selesai Tepat Waktu

Bogor, HRB – Meskipun tidak mendapatkan respon dari pemerintah pusat terkait penyelesaian jalan raya Bojong Gede-Kemang (Bomang) untuk diambil alih pembangunannya. Namun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor masih cukup yakin jika proyek yang melintasi tiga kecamatan yaitu Bojong Gede, Tajurhalang dan Kemang itu akan rampung sesuai dengan jadwal yang ditentukan.

Hal tersebut diutarakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappedalitbang) Kabupaten Bogor Ir. Suryanto Putra yang menyatakan, pada tahun 2022 ini pembangunan jalan Bomang diprioritaskan kepada pengerjaan jalan jalur lambat dan juga jembatan Situ Nangerang.

Di tahun 2022 ini, pekerjaan difokuskan pada pembangunan jembatan situ Nangerang dan pembangunan jalan jalur lambat. “Hanya saja, untuk besaran anggaran yang harus dikeluarkan untuk pengerjaan keduanya, saya masih belum bisa menjawabnya,” ungkap Suryanto Putra, Senin (12/9/2022).

Namun begitu, ia memastikan pekerjaan akan selesai sesuai waktu yang ditentukan. “Mudah-mudahan pekerjaan berjalan lancar tanpa hambatan,” harapnya.

Suryanto menambahkan, selama ini Pemkab Bogor sudah cukup banyak menghabiskan anggaran untuk kebutuhan pembangunan Jalur Bomang hingga sekitar Rp1 triliun. Mulai dari pembebasan lahan hingga pembangunan fisik. Sedangkan untuk sisa pengerjaanya dibutuhkan biaya Rp1,2 triliun.

“Kami pernah hitung, untuk jalur cepat dan flyover kurang lebih bakal menghabiskan Rp1,2 triliun lagi. Dan itulah salah satu persoalannya, makanya dibutuhkan partisipasi pemerintah pusat,” beber Suryanto.

Beberapa waktu sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Burhanudin mengatakan, Jalan Bomang ini rencananya akan menjadi jalan strategis karena akan ada Jalan Tol Depok – Antasari (Desari) di wilayah Tajurhalang.

“Jadi, nanti akan nyambung ke Tol Bogor Outer Ring Road ( BORR ). Jadi akan memudahkan mengkoneksikan langsung Bogor dengan Banten dalam hal ini Ciputat, Tangerang Selatan,” ujar Burhanuddin.

Soal ada kendala di anggaran dalam beberapa tahun ke belakang dan sempat tidak dikerjakan, mantan Asisten Pemerintahan ini mengaku tidak mempermasalahkan jika jalan Bomang tersebut kewenangannya diambil alih pemerintah pusat karena kalau melihat lebar jalan itu masuk kategori jalan Nasional.

“Dari lebarnya saja mencapai 60 meter dan terkoneksi dengan dua jalan Nasional seperti Jalan Raya Jakarta-Bogor dan Jalan Parung-Ciputat,” tutur Burhan.

Disisi lain, Pemerhati Birokrasi Pemerintahan, H. Buyung Sakti Hamel, berpendapat pembangunan Jalan Bomang perlu didukung pendanaanya oleh pusat, karena pusat berkepentingan dengan jalan yang akan menghubungkan dua jalan nasional yaitu jalan Parung-Bogor dan Jalan Raya Bogor Jakarta tersebut akan menjadi akses jalan tol Desari-BORR-Jagorawi.

“Maka, bantuan pendanaan dari pusat merupakan alternatif yang terbaik untuk percepatan dan membantu beban keuangan Kabupaten Bogor. Bahkan kalau pusat mau ambil alih proyek ini akan sangat membantu masyarakat kabupaten Bogor, sehingga 2023 masyarakat kabupaten Bogor khususnya dan masyarakat lain pada umumnya sudah akan bisa menikmati fasilitas jalan tersebut,” pungkasnya.